Entah kenapa, tiba-tiba saya ingin
terlibat pada percakapan panjang dengan bayangan saya sendiri. Dari sudut
pandangmu, sebut saja monolog, solilokui, atau apa sajalah. Begini ceritanya, saya terlahir sebagai laki-laki, tetapi saya
dapati bayangan saya di dinding dan di cermin
pada suatu malam, ketika saya sedang iseng berkaca sambil memecah
butir-butir jerawat yang tumbuh di sekitaran hidung. Saya merasa aneh, bayangan
hitam di dinding itu bukan seperti bayangan saya. Benda hitam itu memakai
kerudung!
Di depan cermin, saya amati bayangan
itu baik-baik. Benar-benar bukan saya! Wajah kami tidak mirip, tidak ada
jerawat di sekitar hidungnya,tak ada kumis dan janggut tipis yang sedang tumbuh
subur-suburnya. Dan lagi, dia memakai kerudung merah jambu! Baik, saya menghela
nafas, saya tutup mata, sejenak kemudian saya buka pandangan pelan-pelan. Siapa
tahu saya hanya berhalusinasi, siapa tahu saya...
Ah, bayangan itu sungguh-sungguh
nyata dan malah tersenyum-senyum mendapati tingkah laku saya dari balik cermin.
Oh Tuhan. Saya cubit pipi sebelah kiri; ternyata saya memang tidak sedang
bermimpi. Tiba-tiba saya jadi berpikir, sebenarnya siapakah yang ada di balik
cermin? Sebenarnya siapakah yang jadi bayangan? Saya atau dia? Atau jangan-jangan
cermin ini sudah linglung dan salah memantulkan wajah.
Masih berdiri di depan cermin, saya
baru menyadari satu hal; perempuan yang ada di dalam cermin itu... cantik
sekali! Benar-benar cantik sehingga saya lupa, bukankah ini pujaan hati saya? Bukankah
ia adalah perempun yang saya cintai sembunyi-sembunyi sejak satu tahun lalu? Bukankah
kamu... ah lidah saya tidak kuat lagi mencipta pertanyaan-pertanyaan, di depan
cermin itu, saya sudah terlanjur beku terpikat senyum dan tatapan matanya. Dalam
hati, saya berujar, bagaimana bayangan kita bisa tertukar?
***
Jilbab baru, sehabis ulang tahun
kudapat dari ibu. Barangkali tak ada salahnya kucoba di depan kaca, meski
malam-malam begini? Warna merah jambu, uuhhhh! Ibu selalu tahu warna kesukaanku.
Oh, aku dulu pernah bilang pada lelaki itu kalau warna kesukaanku adalah merah,
tapi barusan kubilang warna kesukaanku adalah merah jambu. Ah, apa pedulinya?
Kutanggalkan kerudung biru muda yang
menutupi kepalaku, segera saja kupasang kerudung baru itu, mengunci lipatan-lipatannya
dengan beberapa jarum pentul, dan membiarkan sisa kain itu menggantung sampai
menutupi dadaku. Sedang merapikan
beberapa helai rambut yang keluar di pelipis, aku terperanjat dan spontan
mundur tiga langkah ke belakang saat mendapati wajah di cermin itu bukan
wajahku. Aku mengedipkan mata berkali-kali, siapa tahu cuma halusinasi, siapa
tahu cuma mimpi, siapa tahu aku cuma...
Ah, wajah dalam cermin itu
benar-benar bukan wajahku. Kucubit pipi kanan; ternyata ini betulan! Itu seorang lelaki
sedang berdiri di dalam cermin, sambil senyum-senyum memperhatikanku, kupungut botol-botol
bedak yang tak sengaja terjatuh oleh hempasan tanganku, dan baru kusadarii
bahwa lelaki dalam cermin itu adalah... ah, lidahku benar-benar sudah tidak
sanggup melontarkan kata-kata, aku sudah terlanjur mematung dan takjub melihat
bintang-bintang di bola matanya. Bukankah kamu lelaki yang sembunyi-sembunyi merayuku
dengan puisi? Bukankah kamu...
Masih berdiri di depan cermin, kepalaku
disergap oleh berupa-rupa pertanyaan, bagaimana bisa ia muncul di dalam cermin
itu? mungkinkah bayangan kita bertukar? Siapakah sebenarnya yang bayangan, aku
atau kamu? Atau jangan-jangan cermin ini sudah linglung dan salah memantulkan
wajah?
***
Saya benar-benar tidak bisa
membayangkan, bagaimana jadinya jika bayangan saya dan bayangan perempuan itu benar-benar bertukar? Maksud
saya, entah bagaimana jadinya kalau ketika menatap cermin, bayangan yang muncul
bukan bayangan wajah saya, bukan bayangan wajahnya, melainkan orang lain. Ah, saya jadi merasa tidak tenang, dan
berpikir untuk segera menemui perempuan itu sambil membujuknya menukar kembali
bayangan kami dengan sekeranjang puisi.
Saya jadi benar-benar kepikiran,
jangan-jangan, yang bisa jatuh cinta bukan hanya tubuh, melainkan juga
bayangan. Jangan-jangan bayangan saya sudah terlanjur jatuh cinta padanya,
jangan-jangan bayangan perempuan itu jatuh cinta pula pada saya, sehingga mereka
sekongkol dan bertukar posisi.
...
Saya jadi senyum-senyum sendiri,
bukankah ada benarnya juga. Lebih baik saya tidak menemui perempuan itu.
bukankah dengan begini, saya bisa terus-terus menatap wajah pujaan hati saya
itu setiap kali menghadap cermin?
Ah, kadang-kadang cinta memang gila!